MenyalakanLilin Bersama Raja' ibn Haiwah "Assalamu'alaikum, wahai Raja!" -Sa'd ibn Abi Waqqash, ketika membai'at Mu'awiyah ibn Abi Sufyan- Al Imam Ibnul Atsir dalam Al Kamil fit Tarikh 3/405 merekam adegan pembai'atan Mu'awiyah oleh Sa'ad ibn Abi Waqqash ini. Awalnya Mu'awiyah marah. "Apa salahnya Anda memanggilku Amirul Mukminin?", katanya. WARTA KOTA, PALMERAH - “It is better to light a candle than curse the darkness.” Peribahasa tersebut secara harfiah memiliki arti “Lebih baik menyalakan sebuah lilin daripada mengutuk kegelapan”. Peribahasa ini telah terkenal sekali di seluruh dunia. Presiden Amerika John F Kennedy pun pernah menggunakan dalam pidatonya. Di Indonesia, peribahasa ini pun kembali terkenal semenjak Anies Baswedan menggunakannya sebagai tagline dalam program Indonesia Mengajar. Sebuah program yang mengirimkan sarjana-sarjana pintar ke pelosok Indonesia untuk membantu peningkatan mutu pendidikan di negara ini. Dalam konteks pemerintahan daerah, penulis begitu tergelitik ketika salah satu pemimpin daerah di negeri ini menyampaikan hal tersebut sebagai motto dalam menjalankan pemerintahannya. Dalam sebuah apel pagi dan berita media lokal, KH DR M Idris Abdul Somad, Wakil Walikota Depok 2011-2016 dan Walikota Depok terpilih 2016-2021 begitu gamblang mengulas tentang peribahasa tersebut hingga menginspirasi para peserta apel pagi termasuk penulis. Rupanya materi peribahasa ini menjadi bahan diskusi inspiratif dan solutif bagi kita semua warga yang kini tengah menantikan kiprah kepemimpinan para pemimpin daerah. Pilkada serentak kini telah kita lalui. Beragam fenomena, dinamika, paradigma dan spektrum politik dapat menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua. Salah satu paradigma yang masih sering terjadi adalah budaya dan kesenangan kita yang selalu mengeluh, mencaci, merasa tidak puas, menyalahkan bahkan “mengutuk” kebijakan pemimpin tanpa memberikan solusi dan tidak menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hidup bermasyarakat, kita begitu mudah menyalahkan orang lain atas kekurangan yang ada dalam hidup ini. Tapi seringkali kita lupa bercermin kalau kita belum berbuat sesuatu untuk hidup ini, atau ketika ada masalah kita selalu menyalahkan faktor eksternal. Tanpa kita sadari apa yang kita lakukan tersebut takkan bisa mengubah situasi. Kita cuma ibarat komentator sepakbola yang sebenarnya juga tak bisa bermain bola dengan baik. Tidak sedikit dari kita yang tersibukkan dengan mengamati pekerjaan orang lain, bukan untuk mengambil ibroh/pelajaran atau membantu menyelesaikan pekerjaannya tetapi justru untuk menunggu kapan orang itu terpeleset dalam kekeliruan atau melakukan kesalahan sehingga ia bisa segera mengkritik dengan kritikan yang tidak jarang melebihi batas yang proporsional. Mengecam pekerjaan orang tanpa memberinya solusi juga tidak jarang hanya akan merenggangkan persaudaraan.
THERUSBA 555 (@therusba555) di TikTok | 465 Suka. 152 Penggemar. Lebih baik menyalakan lilin, daripada harus mengutuk kegelapan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Betapa mudahnya kita mengutuk, tinggal menyebutkan beberapa suku kata yang masuk blacklist akismet atau filter yahoo maka jadilah kita pengutuk sejati. Objeknya beraneka ragam, mulai dari pekerjaan yang menumpuk , gaji yang telat dibayar, didahului mantan merit kalau istilah Makassar nya dilambung kiri pas belokan tidak pake riting dan weser, hujan, cucian belum kering, macet, becek, gak ada ojek, dan lain sebagainya. Pokoknya segala rupa masalah yang kita hadapi sehari-hari mulai dari masalah yang berat dan membuat otak koslet sampai urusan remeh temeh misalnya sakitnya bulu hidung ketika dicabut. Yap, semua hal berpotensi untuk kita keluhkan. Mengutuk, meratapi, mengeluh atau apapun istilah lainnya dengan konotasi yang sama memang menyenangkan. banyak orang merasa lepas dan lega setelah mengeluarkan semua kosakata itu dari mulutnya. Tapi tunggu dulu, apakah setelah kita mengutuk sesuatu maka keadaan itu langsung berubah? Dari pengalaman hidup kita, mengeluh tidak mendatangkan apa-apa kecuali ketenangan batin yang semu. Ibaratnya ketika menutup mata, semua bayangan dunia menjadi tak terlihat termasuk dengan problema yang kita alami, namun dunia akan tetap sama entah ketika menutup atau membuka mata. Dalam suatu masalah, kita sering mencari-cari kambing hitam dari adanya masalah itu. Dengan demikian, kita bisa lari dan lepas diri dari masalah. Bukan solusi, malah bisa menambah masalah baru. Dalam sebuah ujian atau musibah, kita sering menyalahkan kondisi, menyalahkan diri sendiri, dan orang lain. Dan, sering terlarut dari suasana kegelapan ujian atau musibah itu. Lalu apa yang harus kita lakukan? Seorang bijak pernah berkata would rather light a candle than curse the darkness [1962 Adlai Stevenson in New York Times 8 Nov. 34] Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Sebuah kalimat lugas yang diucapkan oleh Adlai Stevenson yang dialamatkan untuk Eleanor Roosevelt begitu sarat akan makna. Ibaratnya ketika kita berada dalam kegelapan, sampai berbusa mulut kita mengumpat dan merutuk, tak akan ada perubahan sampai kita menyalakan sebatang lilin atau alat penerangan lainnya. Berbuat lebih baik daripada sekedar berkata-kata, walaupun dengan kata-kata itu hati dan pikiran cenderung menjadi tenang karena emosi sedikit tersalurkan tetapi jauh lebih baik dan berbahagia kalau masalah itu bisa kita selesaikan sendiri. Walaupun sebatang lilin kecil yang menyala, itu sudah cukup membuat perbedaan dibandingkan kita berdiam diri dalam kegelapan. Lihat Pendidikan Selengkapnya
1Daripada Mengutuk Kegelapan Lebih Baik Menyalakan Chadipa Untuk Menerangi Jalan2 tentangkami C(h)adipa adalah obor dari bambu, berasal dari bahasa s Author: Ida Wibowo 69 downloads 200 Views 7MB Size Lilin dan Kegelapan By Dimas Prakoso “Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.” – Eleanor Roosevelt Mengutuk kegelapan terkadang hanya dilakukan oleh orang-orang yang banyak menghabiskan waktunya untuk mengeluh tanpa ada aksi lebih lanjut. Lebih baik skip waktu untuk mengeluhnya dan mulai bertindak dengan menyalakan lilin. Mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah dan memberikan apa yang kita inginkan, soalnya. Terima kasih telah mengingatkan tentang ini, Eleanor Roosevelt.

Seperti pepatah China yang mengatakan lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan," sambung Prof. Fathul Wahid, S.T, M.Sc., Ph.D. dalam sambutannya pada sesi pembukaan, Senin siang (2/8). TIK adalah life savior atau penyelamat hidup khususnya di masa pandemi yang menekankan efektivitas lebih utama daripada kesempurnaan

Disaat semua terasa buntu, disaat harapan terasa begitu amat jauh... bukan berarti kiamat sudah dekat. Tapi saat itu Alloh sedang mendekat bicaralah padaNYA..."Gusti, please aku mohon bantuanMU". Tidak perlu mendikte Alloh dengan minta ini dan itu, karna Dia maha memahami. Jangan mengeluh, karna itu hanya akan menambah beban berat kinerja otak dan liver. Selalu ingat yang simbok katakan, "lebih baik menyalakan lilin...daripada mengutuk kegelapan"...Gustiku, pagi ini aku sedang emosi jiwa tingkat mohon bantuanMU redakan emosi ini. KEMBALI KE ARTIKEL Urbannews| Saya sangat tertarik dengan sebuah kalimat lugas yang diucapkan oleh Adlai Stevenson yang dialamatkan untuk Eleanor Roosevelt, berbunyi "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan", yang begitu sarat akan makna. Jika ditarik dalam situasi saat Ini, kehidupan yang berlangsung hampir lima bulanan ini berjalan di kondisi ketidaknormalan akibat pandemi covid-19 Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk It is better to light a candle than curse the darkness. Eleanor Roosevelt "First Lady" dan kolumnis dari Amerika Serikat 1884-1962
mencegah lebih baik daripada mengubati-sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak berguna lagi. langkah. atau. peranan. atau. usaha-alang-alang menyeluk pekasam biar sampai ke pangkal lengan -pepatah cina ada menyatakan 'l ebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan
Lanjut ke konten Lebih Baik Menyalakan Lilin Daripada Mengutuk Kegelapan Itu adalah kalimat terindah yang pernah kudengar dalam hidupku. Sebuah kalimat yang kudengar terucap dalam do’a bapakku suatu ketika saat aku tengah pulang beberapa waktu lalu. Kalimat itu juga yang sanggup memberikan penghiburan bagiku setahun lalusampai saat ini setiap kali menghadapi beratnya ujian kehidupan… Kalimat itu juga yang membuatku tetap bertahan dan mampu melanjutkan hidupku yang sempat terasa tak berarti, membuatku menerima dan memaafkan diri sendiri dan bukan terjebak dalam sesal tiada akhir dan tiada guna… Mengutuk kegelapan menyalahkan diri sendiri, orang lain dan keadaan memang amat sangat mudah terlebih saat mengalami sebuah kesulitan, penderitaan, kesedihan, tapi apakah itu membawa manfaat selain bertambahnya beban yang mesti dipanggul? Bukankah akan jauh lebih berguna serta bermanfaat jika mau sedikit berusaha menemukan sebatang lilin untuk dinyalakan? Mungkin tak akan mudah, tapi dari sebaris kalimat dalam do’a bapak yang terucap dengan tulus itu, meyakinkan saya bahwa selalu tersedia sebatang lilin yang bisa dinyalakan setiap saat manakala kegelapan menyaputi jiwa… *sebuah perenungan sederhana mengenang kepergian Steven “Mas Bembem” Hasell setahun yang lalu* Navigasi pos
daripada mengutuk kegelapan lebih baik menyalakan lilin Memuat
Atheis dimusuhi karena tidak bertuhan. Bertuhan dimusuhi karena Tuhannya beda. Tuhannya sama dimusuhi karena nabinya beda. Nabinya sama dimusuhi karena alirannya beda. Alirannya sama dimusuhi karena pendapatnya beda. Pendapatnya sama dimusuhi karena partainya berbeda. Partainya sama dimusuhi karena pendapatnya beda. Apa kamu mau hidup sendirian dimuka bumi untuk memuaskan nafsu keserakahan?– Gus Mus Akhir-akhir ini, menjelang kontestasi pemilihan Presiden 2019 yang akan datang. nampaknya sebagian dari kita sering dihadapkan pada situasi saling membenci hate speech antar sesama, entah berbagai motif dihadapkan. Mulai dari benci yang bermula dari perbedaan cara beragama, perbedaan etnis sampai pada perbedaan dalam pilihan politik. Terlepas dari itu, yang menjadi persoalan, apakah dengan perbedaan-perbedaan yang demikian itu harus kita sikapi dengan kebencian?. Sebagai contoh misalnya,kita lihat tindakan persekusi yang terjadi di bundaran Hotel Indonesia HI pada bulan Mei kemarin 5/18 bentrokan antara massa yang menggunakan kaos bertagar dia sibuk bekerja’ dan yang bertagar 2019 ganti presiden’. Entah bagaimanapun persoalan ini dinarasikan, tetap ini merupakan pemandangan yang sungguh tidak mengenakan tentunya bagi kita . Tidak cukup sampai disitu, sebagian dari kita bahkan seakan tidak mau menerima perbedaan tersebut, lanjut menjadi sebuah Fitnah, cacian dan makian yang tentunya tidak ingin kita harapkan kehadirannya. Kini, kata munafik’ dan dungu’ menjadi sebuah term yang sangat familiar untuk didengar sehari-hari. Sebenarnya jika kita ingin menelisik lebih dalam, bagaimana persoalan kebencian ini didudukan. Kita akan mendapati logika semacam wilayah hitam putih. Setiap kebenaran yang kita yakini akan kita anggap putih, dan selain dari putih itu berwarna hitam. Sulit bagi kita, untuk menganggap bahwa ternyata ada warna lagi selain dari dua’ ini. Yang Perlu Diperhatikan dalam Ber-amar-ma’ruf-nahi-munkar Sesungguhnya kebenaran itu sebuah kaca besar yang dipegang Tuhan, lalu jatuh ke bumi dan berpecah belah, manusia satu per satu memegang pecahan itu dan menganggapnya sebagai kebenaran secara utuh- Jalaludin Rumi Secara tidak langsung Rumi ingin mengatakan bahwa tidak ada kebenaran yang sejati kecuali yang dipegang oleh Tuhan. Mungkin, sebagian dari kita boleh-boleh saja untuk merasa benar, tetapi tidak dengan merasa paling benar. Berbicara tentang kebenaran, agama menawarkan konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar di dalam wilayah saling mengingatkan kebenaran satu sama lain. Lanjut, lebih spesifik Amar Ma’ruf Nahi Munkar lebih dititik-fokuskan dalam mengantisipasi maupun menghilangkan kemunkaran, dengan tujuan utamanya menjauhkan setiap hal negatif di tengah masyarakat tanpa menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Ketika kita Menerapkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar mungkin mudah dalam batas tertentu tetapi akan sangat sulit apabila sudah terkait dengan konteks bermasyarakat dan bersosial. Oleh karena itu orang yang melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar harus mengerti betul terhadap perkara yang akan ia tindak, agar tidak salah dan keliru dalam bertindak. Yang menjadi sebuah catatan tersendiri adalah ketika kita ber-nahi-munkar. Bisa jadi, kita menganggap itu adalah sebuah perbuatan yang munkar menurut pemahaman yang kita miliki, tetapi ternyata tidak jika menurut orang lain. Ternyata perbuatan Nahi Munkar tidak bisa kita laksanakan semudah yang kita bayangkan. Ada beberapa ketentuan-ketentuan yang harus kita miliki sebelum melaksanakannya. Di dalam kitab Tanbiihul Ghafiliin karangan Ibnu An Nahas, kitab al Amru bil ma’ruf wa an-nahyu anil munkar karangan al-Qadhy abu ya’la juga kitab al-adabu syari’yah karangan Ibnu Muflih dikatakan bahwa ada empat syarat yang harus menjadi perhatian kita sebelum melaksanakan perbuatan Nahi munkar, empat syarat tersebut adalah Perbuatan tersebut benar-benar suatu kemungkaran kecil atau besar Kemungkaran tersebut masih ada Kemungkaran tersebut nyata tanpa dimata-matai Kemungkaran tersebut bukan termasuk perkara Khilafiyah Jadi jelas disini, ada sebuah wilayah dimana kewajiban ber-nahi munkar seketika gugur apabila perbuatan yang dimaksud masih bersifat khilafiyah. Banyak sekali dari kita, yang sangat bersemangat sekali di dalam mengingatkan perbuatan dosa kepada saudara kita. Padahal apa yang diingatkan tersebut masih berupa khilafiyah menurut para ulama. Mirisnya, tidak hanya berhenti disitu, perbuatan khilafiyah tersebut di kemudian malah bermetamorfosa menjadi sebuah perkara yang harus disikapi dengan kebencian dan kemarahan. Semua mengatakan pihaknya yang paling benar sementara pihak yang lain sesat, kafir dan munafik dan -lagi-lagi- semuanya berlindung dibelakang nama Amar Ma’ruf Nahi Munkar’. Rasulullah Tidak Mau Umatnya Saling Melaknat dan Mencela Dengan hadirnya pemandangan-pemandangan dimana sesama Muslim seakan saling beradu kemarahan dan kebencian, sejenak kita bisa merenung apakah memang ajaran jungjungan kita baginda Nabi Muhammad Saw memang demikian adanya?. Jika kita mau menelisik sedikit, ada Sekian banyak hadits Nabi Saw menganjurkan kepada umatnya untuk tidak saling melaknat dan mencela kepada sesama, diantaranya hadis yang berbunyi bahwasanya Nabi Saw bersabda “Mencela seorang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekafiran” HR Bukhari dan Muslim Juga hadis yang berbunyi Dari Abu Hurairah, ia berkata, dikatakan kepada Rasulullah Saw “Ya Rasulullah, berdoalah celaka atas orang-orang Musyrik !” beliau bersabda “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai tukang laknat, tetapi aku diutus sebagai Rahmat” HR Muslim Dari kedua hadis ini, tentunya kita bisa menyimpulkan bagaimana seharusnya kita bersikap kepada sesama makhluk Allah Swt. Salah satu ulama kharismatik asal Tanggerang, Habib Jindan bin Novel dalam ceramahnya mengenang Maulid Nabi di Istana kepresidenan pada tahun lalu, menjelaskan bahwa hadis yang kedua ini berlangsung dalam konteks ketika Rasulullah dalam keadaan peperangan. Bayangkan, dalam keadaan kondisi seperti demikian pun, Rasulullah tetap enggan melaknat orang-orang Musyrik tersebut. Padahal orang-orang Musyrik tersebut lah yang membunuh saudara-saudara Muslim pada saat itu. Selanjutnya, kita pun bisa menyimpulkan, kalau Rasulullah saja enggan dalam melaknat seorang Musyrik, apalagi melaknat kepada sesama Muslim?. Belakangan ini, nampaknya sering kita dihadapkan pada suasana betapa mudahnya kata “munafik”,”dungu” sampai “kafir” dilontarkan, baik itu dari kalangan muslim kepada nonmuslim, atau pun dari muslim kepada muslim lagi. Mirisnya, mereka-mereka yang melontarkan ini, selalu berlindung dibelakang kata menegakan agama’, padahal agama mana yang mengajarkan untuk mencela kepada sesama. Yang semestinya menjadi catatan, Seorang yang selalu melakukan maksiat pun tidak semestinya untuk dicela, dimaki, dan dihujat sedemikian rupa. Mereka-mereka ini adalah orang kehilangan cahaya keagamaan, berada pada kegelapan yang nyata, jika kita menghujat mereka, tidak akan lahir kesadaran keagamaan di dalam diri mereka, sebab apa? Yang ada didalam hati mereka hanya lah prasangka yang buruk terhadap citra agama kita. Jika anda ingin berdakwah dengan sasaran seorang pencuri, apakah perlu untuk mengatakan kepadanya bahwa “anda adalah seorang pencuri!” atau “dasar pencuri!”?. Tentunya hal seperti itu adalah hal yang tidak perlu bukan?, bukan ajaran Agama yang sang pencuri terima, yang ada pencuri malah kabur menjauh dari kita. Kegelapan ada tidak untuk dihujat, tapi untuk diberi penerangan. Kalau kita sedang berada pada sebuah ruangan yang gelap gulita, tidaklah akan membawa perubahan pada kondisi yang lebih baik jika kita terus menerus mengeluh dan membenci kegelapan, ambilah lilin kesana untuk membawa pada keadaan yang lebih baik. [zombify_post] Its better to light a candle, than to curse the darkness Mulai hari baru dengan yang positif..
EleanorRoosevelt (1884-1962) pernah menyampaikan bahwa lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Salah satu investor yang dapat menyalakan lilin dalam 'kegelapan' ini adalah Chairman Lulu Group International Yusuf Ali. Di saat berbagai perusahaan melakukan konsolidasi dan membatalkan rencana investasinya, Lulu di akhir Juli
.
  • 4fmhczy13q.pages.dev/455
  • 4fmhczy13q.pages.dev/368
  • 4fmhczy13q.pages.dev/5
  • 4fmhczy13q.pages.dev/135
  • 4fmhczy13q.pages.dev/397
  • 4fmhczy13q.pages.dev/745
  • 4fmhczy13q.pages.dev/678
  • 4fmhczy13q.pages.dev/84
  • 4fmhczy13q.pages.dev/861
  • 4fmhczy13q.pages.dev/449
  • 4fmhczy13q.pages.dev/481
  • 4fmhczy13q.pages.dev/510
  • 4fmhczy13q.pages.dev/774
  • 4fmhczy13q.pages.dev/657
  • 4fmhczy13q.pages.dev/501
  • lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan